SEJARAH
KLENTENG BOEN TEK BIO, TANGERANG
Sekitar tahun 1684, masyarakat Tionghoa yang bertempat
tinggal di perkampungan letak Sembilan Tangerang bergotong royong membangun
sebuah kelenteng yang diberi nama Kelenteng Boen Tek Bio. Berasal dari kata
Boen yang berarti sastra, Tek yang berarti kebajikan, dan Bio yang berarti
tempat ibadah yang besar, maka Kelenteng Boen Tek Bio disebut juga sebagai
"tempat ibadah sastra kebajikan".
Kelenteng Boen Tek Bio merupakan salah satu dari tiga
kelenteng besar di daerah Tangerang. Dua klenteng lainnya adalah Kelenteng Boen
Hay Bio berdiri 1694 dan Kelenteng Boen San Bio berdiri 1689. Sesuai dengan
pernyataan humas Kelenteng Boen Tek Bio, Oey Tjin Eng, ketiga kelenteng di
Tangerang tersebut berada dalam satu garis lurus yang ketiganya memiliki nilai
kebajikan. Boen San Bio artinya kebajikan setinggi gunung, dan Boen Hay Bio
artinya kebajikan seluas lautan.
Dewa, atau dewi utama yang disembah di kelenteng ini adalah
Dewi Kwan Im. Di sisi kiri dan kanannya juga terdapat patung-patung dewa
lainnya. Bangunan Kelenteng Boen Tek Bio sempat beberapa kali direnovasi dan
mengalami perombakan hingga menjadi seperti saat ini, terlihat megah dengan
warna merah dan kuning keemasan.
Kelenteng Boen Tek Bio memiliki satu tradisi unik yang sudah
berlangsung ratusan tahun, yaitu Gotong Toapekong. Kegiatan ini diadakan tiap
dua belas tahun sekali yaitu tiap tahun naga menurut kalender Cina. Dalam
prosesinya, para kaum Tionghoa dan masyarakat sekitar mengarak patung Dewi Kwan
Im dari kelenteng Boen Tek Bio di daerah Pasar Lama ke kelenteng Boen San Bio
di jalan Moch Toha. Ritual ini dilakukan demi menolak bala dan mengusir hawa
jahat yang ada di bumi.
Selain Gotong Toapekong, Kelenteng Boen Tek Bio juga
merayakan Pesta Petjun (dalam bahasa Mandarinnya dikenal dengan nama 端午节 Du#n W$ Jié, festival yang diadakan
setiap bulan lima tanggal lima penanggalan Cina). Di pesta ini, ada beberapa
kegiatan seperti panggung musik dan perlombaan balap perahu naga. Setelah
kejadian Gerakan 30 S, semua kegiatan ini dilarang oleh pemerintah dan baru
diperbolehkan kembali setelah zaman reformasi.
Fenomena-Fenomena
Menarik di Kelenteng Boen Tek Bio
Berdasarkan hasil wawancara dengan Engkong (panggilan akrab
untuk Oey Tjin Eng) pada saat penulis berkunjung ke Kelenteng Boen Tek Bio,
Engkong menceritakan beberapa fenomena menarik tentang kelenteng tersebut.
Sekitar tahun 1942, pada saat Jepang masuk ke Indonesia terjadi pertempuran di
beberapa daerah di Jawa, salah satunya di Tangerang. Dalam pertempuran
tersebut, tentara Jepang menembakkan senjata mortir secara membabi buta.
Mortir-mortir tersebut jatuh di sembarang tempat, meledak dan menghancurkan
tempat tersebut. Mortir tersebut juga jatuh di daerah belakang Kelenteng Boen
Tek Bio dan di kuburan yang hanya berjarak beberapa meter dari kelenteng, namun
anehnya tidak satu pun dari mortir tersebut yang meledak.
Fenomena menarik lainnya adalah pada saat terjadi bencana
banjir besar di tahun 1883. Seluruh daerah di Tangerang terkena banjir, namun
hanya kelenteng Boen Tek Bio yang tidak terkena banjir. Hal serupa juga terjadi
pada tahun 1887, di saat air sungai Cisadane meluap. seluruh daerah
disekitarnya terbenam air setinggi satu meter, namun menurut saksi mata, air
tersebut seakan membelah di depan kelenteng sehingga Kelenteng Boen Tek Bio
tidak terbenam air. Fenomena-fenomena menarik Kelenteng Boen Tek Bio membuat
masyarakat Tangerang semakin percaya pada kelenteng tersebut dan berdasarkan
data penjaga kelenteng, hari demi hari jemaahnya pun semakin bertambah.
Air
Emak (Dewi Kuan Im) : Obat Mujarab Berbagai penyakit
Di halaman belakang kelenteng, terdapat patung Dewi Kwan Im
setinggi sekitar tiga meter. Selain itu terdapat juga sebuah sumur yang disebut
dengan nama sumur sumber rezeki. Mitos yang dikenal mengenai sumur tersebut
adalah konon di dalamnya berdiam anak naga putri hijau. Sumur tersebut ditutup
dan di dinding sumur dipasang keran-keran yang mengalirkan air keluar sumur.
Beberapa jemaat biasa menggunakan air tersebut untuk membersihkan diri dan
mencuci muka. Air dari sumur sumber rezeki ini dianggap suci dan dipercaya bisa
membawa keberuntungan.
Masyarakat Cina Benteng dan masyarakat Tangerang yang
percaya pada Kelenteng Boen Tek Bio percaya bahwa air Emak (Dewi Kwan Im)
adalah obat mujarab yang dapat mengobati berbagai penyakit. Menurut masyarakat
sekitar Kelenteng Boen Tek Bio, Air Emak Kwan Im telah terbukti dapat mengobati
segala penyakit, bahkan penyakit yang tidak dapat diobati dengan obat apa pun.
Hal tersebut didukung oleh Mbah Jambrong, salah satu aktivis Kelenteng Boen Tek
Bio, ia bercerita bahwa dahulu ia mengalami sebuah kecelakaan. Ia sudah berobat
ke dokter dan kemana-mana namun tak kunjung sembuh, lalu pada akhirnya ia
meminta air Mak Kwan Im dan ajaibnya tidak lama setelah itu penyakitnya pun
sembuh.
Bukti-bukti seperti itu membuat masyarakat sekitar Kelenteng
Boen Tek Bio dan masyarakat Cina Benteng jika sakit, pada umumnya meminta air
kepada Emak. “Taruh saja air di depan Dewi kwan Im, lalu air itu didoakan.
Maka, di kemudian hari apabila air itu diminum dipakai untuk mandi oleh orang
yang sakit maka orang itu akan sembuh”, ujar Ko Acong.
Hu:
Pelindung dan Pembawa Keberuntungan
Mitos selalu identik dengan simbol dan ikon, sebab simbol
merupakan realitas dari mitos itu sendiri. Simbol merupakan suatu perwujudan
dari sesuatu abstraksi yang melambangkan sesuatu tanpa harus menghadirkan
secara langsung objek yang ditampilkannya. Perwujudan simbol dalam hal ini
dapat berupa tempat ibadah, sesajen, patung, totem, mite-mite, dan sebagainya.
Pada masyarakat Tangerang terdapat sebuah benda yang
dipercayai dapat menjadi pelindung dan pembawa Keberuntungan, yaitu Hu. Hu atau
jimat yang berupa selembat kertas merupakan sesuatu yang dipercaya akan
memberikan suatu efek atau keajaiban yang bermanfaat kepada penggunanya.
Terdapat berbagai jenis Hu dengan beberapa warna dan bentuk. Dari hasil
penelitian penulis di Kelenteng Boen Tek Bio dan wawancara dengan beberapa
masyarakat sekitar, kami menemukan dua macam jenis Hu. Hu yang pertama adalah
benda yang sering kita lihat dalam film-film misteri vampir Cina, benda
tersebut merupakan kertas berbentuk persegi panjang dan berwarna kuning yang di
atasnya dituliskan aksara Cina.
Menurut masyarakat Tionghoa, tulisan yang ada pada kertas Hu
tersebut merupakan simbol yang dipercaya dapat menolak bala atau menakuti
setan, sehingga kerap di pasang di pintu-pintu rumah warga. Hu tersebut pun
digunakan untuk menjaga harta berharga sehingga tidak hilang, oleh karena itu
masyarakat di sekitar Kelenteng Boen Tek Bio kerap meletakkan Hu dalam laci
atau dompet yang berisi uang mereka, menurut mereka hal tersebut dilakukan agar
uang mereka tidak hilang diambil Tuyul.
Jenis Hu yang kedua adalah jimat yang dianggap dapat menjadi
pelindung dan pembawa keberuntungan. Berbeda dengan Hu jenis yang pertama,
masyarakat Cina Benteng juga percaya pada benda-benda yang dikeramatkan, salah
satunya adalah perahu naga keramat milik Kelenteng Boen Tek Bio. Pada malam
hari kedua Festival Pecun, dilaksanakan acara memandikan perahu naga keramat
tersebut. Mereka percaya bahwa kain yang digunakan untuk memandikan perahu
tersebut dapat membawa keberuntungan dan dapat dijadikan Hu atau jimat. Menurut
mbah Jambrong, salah satu aktivis Kelenteng Boen Tek Bio yang menyimpan robekan
kain tersebut di dalam dompetnya menyatakan bahwa Hu tersebut dipercayai dapat
menjadi pelindung dari hal-hal jahat, menjaga kesehatan, melancarkan rezeki dan
enteng jodoh.
Pintu
Kesusilaan dan pintu Kebenaran : Jalan Hidup Manusia yang Benar
Kelenteng Boen Tek Bio memiliki dua buah pintu yang memiliki
arti tersendiri dalam prosesi peribadatan, yakni Pintu Kesusilaan dan Pintu
Kebenaran. Pada saat berdoa, umat diharuskan memulai berdoa dengan memasuki
pintu kesusilaan dan keluar melalui pintu kebenaran.
Di ruangan kiri bagian pintu masuk Pintu Kesusilaan terdapat
4 ruangan. Di dalam ruangan pertama terdapat patung Kim Sin Kha Lam Ya
merupakan malaikat pintu dan penjaga kuil yang terkenal angker, di ruangan
kedua terdapat patung Kim Sin Kong Ce Couw Su pendeta Buddha pada zaman Dinasti
Tang dan dua muridnya. Selanjutnya di ruangan ketiga terdapat patung Kim Sin
Thian Siang Seng Bo dikenal sebagai wanita yang berbudi luhur yang lahir pada
masa Dinasti Song Utara.
Terakhir ada tiga patung Kim Sin Sam Kwan Thay Tee merupakan
dewa penguasa tiga alam: langit, bumi dan air terdapat di ruangan kanan Pintu
Kebenaran. Di ruangan terakhir yang terletak paling dekat dengan Pintu Kebenaran,
terdapat patung Kim Sin Tee Tjong Ong Po Sat, dewa ketenangan yang dipuja oleh
banyak masyarakat di sekitar Boen Tek Bio dan Buddha Rupang Mi Lek Hud yang
juga dikenal sebagai Matreya, dewa maha pengasih dan menolong.
Meski sederhana, Kedua lorong ini memiliki arti yang cukup
dalam. Maksud dari kedua pintu tersebut adalah mengajak umat manusia untuk
hidup dengan melalui jalan kesusilaan, sesuai dengan norma-norma susila,
apabila hal tersebut dijalankan dengan baik maka pada akhirnya manusia akan melalui
jalan kebenaran, yaitu berjalan di hidup yang benar.
Kelenteng Boen Tek Bio yang terletak di Pasar Lama Tangerang
merupakan warisan budaya Cina. Klenteng ini hingga kini masih digunakan sebagai
tempat ibadah bagi umat Buddha, Dao, dan Konghuchu. Bukan hanya itu, Bon Tek
Bio juga telah menjadi sebuah perkumpulan keagaaman dan sosial. Mitos-mitos
yang ada di Kelenteng Boen Tek Bio tidak hanya berupa cerita fantastis
imajinatif dan bersifat irasional, akan tetapi mitos-mitos mengandung pula
nilai-nilai etis dan moral yang secara tidak langsung terselubung dalam rekaan
simbolik mitos-mitos tersebut. Sekumpulan mitos dengan segala nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, secara tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan suatu
masyarakat yang membentuknya.
Referensi :
·
Alkatiri,
Zeffry. Manusia Mitos dan Mitologi. Depok: FS-UI. 1998.
·
Cassirer,
Ernst. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esai Tentang Manusia, terj.
·
A.A.
Nugroho. Jakarta: PT Gramedia. 1987.
·
Suryanatanegara,
Stefanus Hansel. Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang Kajian
·
Arsitektural.
Depok: FIB-UI. 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar