Gedung Marba Semarang
·
Nama
Bangunan Baru : Gedung Marba
·
Nama
Bangunan Lama : Parade Plein
·
Alamat
: Jl. Letjend. Suprapto no.33 Semarang
Beberapa pendapat menyatakan bahwa gedung ini dibangun pada
dasawarsa yang sama dengan pemugaran gereja Imanuel yang dilakukan oleh “HPA de
Wilde dan W. Westmas” maka angka tahunnya adalah sekitar tahun 1894. Gedung ini
dibangun atas permintaan seorang pengusaha kaya yang berasal dari Yaman bernama
Martha Bajunet yang kemudian memberi nama gedungnya ini dengan namanya dipasang
pada bagian atas dari bidang façade main entrance dengan tulisan “MARBA”
singkatan dari “Martha Bajunet”.
Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran,
Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Selain kantor tersebut digunakan pula untuk
toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu , DE ZEIKEL. Gedung Marba
lokasinya berada di sudut pertigaan Jln. Letjend. Suprapto, dulu bernama “Heeretistraat”
tepat disebelah selatan dari Taman Srigunting yang dulu bernama “Parade Plein”.
Batas-batas
lingkungan :
·
Utara
: Jalan Letjen Suprapto dan Taman Kota
lama (taman Srigunting)
·
Selatan
: Gedung Kosong
·
Barat
: Rumah Makan Sate kambing 99
·
Timur
: Jalan Raya & Pertoko
Gaya arsitektur transisi memang berlangsung sangat singkat
(1890-1915), sehingga sering luput dari perhatian kita. Sebab-sebabnya, yakni
seperti masa transisi dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipenuhi oleh
banyak perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang
teknologi dan perubahan sosial akibat dari kebijakan pemerintah kolonial waktu
itu mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan
itu tidak segera terjadi, tapi melewati satu tahapan yang kemudian disebut
sebagai masa arsitektut transisi. (Hartono dan Hadinoto).
Gedung Marba dibangun pada 1894 yang mana terletak pada masa
awal arsitektur transisi, yakni transisi dari periode Indische Empire ke
arsitektur kolonial modern yang sudah sangat adaptif terhadap kondisi ke-lokal-an
Indonesia. Dikarenakan gedung Marba ini terletak pada masa itu dan lebih tepatnya
pada masa awal periode transisi, maka sentuhan Indische Empire masih terlihat jelas.
Namun juga ada bagian dari langgam tersebut yang memang sudah ditinggalkan.
Pola penataan kolom/trave/ruang dengan irama 1:2:3 masih
mengikuti tatanan yang dibawa oleh aliran pra-modern seperti Renaisscane (yang
terjadi di Eropa saat itu). Proporsi juga masih dipertahakan ketika menentukan
bukaan-bukaan seperti jendela dan pintu berdasarkan pada proporsi/perbandingan
matematis sepeti golden section, bukan menggunakan proporsi manusia.
1. Tata Ruang Gedung Marba Denah
Denah masih mengikuti gaya Indische Empire dengan tatanan
yang berirama seragam. Pada denah gedung Marba terdapat perbandingan trave 2:3
(Denah
Lt1 Gedung Marba)
2. Tampak
Ada usaha untuk menghilangkan kolom gaya Yunani pada
tampaknya. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak di tepi sungai muncul
kembali. Ada usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak. Juga ada usaha
untuk membuat menara (tower) pada pintu masuk utama, seperti yang terdapat pada
banyak gereja calvinist di Belanda.
(Fasade
Gedung Marba)
3. Pemakaian bahan bangunan
Pemakaian bahan bangunan utama masih seperti sebelumnya,
yaitu bata dan kayu. Disamping itu penggunaan material besi tuang sebagai tiang
kolom juga terdapat di gedung ini. Pemakaian kaca (terutama pada jendela) juga masih
sangat terbatas.
(Material
dinding & Kayu Gedung Marba)
(Isometri
Lt1 Gedung Marba)
4. Sistem konstruksi yang dipakai
Sistem konstruksi menggunakan kombinasi struktur dinding
pemikul dan struktur post-and-beam. Pertimbangan struktur sangat memperhatikan karakter
masing-masing material, struktur dinding pemikul sepanjang perimeter bangunan,
sedang sturktur kolom balok dari besi tuang untuk menyelesaikan persoalan bentang
panjang.
(Tangga Lt2 Gedung Marba)
5. Atap
Bentuk atap pelana dan perisai dengan menutup genteng masih
banyak dipakai. Ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi
pada atap.
6. Sistem Visual
(Visual
Gedung Marba)
Hirarki. Hirarki yang muncul pada fasade bangunan ini adalah wujud
yang simetris dan berbeda dari unsur-unsur yang terdapat pada bangunan lainnya.
Sumbu. Secara visual dapat dilihat bahwa sumbu pada bangunan
terletak tepat di tengah-tengah bangunan dan membagi bangunan menjadi dua
bagian kanan dan kiri.
Simetri. Sangat jelas terlihat secara visual bangunan ini sangat simetri.
Hal ini terlihat dari bentuk bukaan jendela, lubang angin, pintu masuk yang
terletak di kanan dan kiri, juga terdapat dua buah jendela pada atap di kanan
dan kiri bangunan.
(Jendela
pada fasade Gedung Marba)
Irama. Iraman yang muncul pada fasade bangunan ini terlihat jelas
pada bukaan dinding, dimana adanya lengkungan-lengkungan sebagai ventilasi
udara.
Transformasi. Transformasi terjadi pada denah bangunan ini, bentuk
persegi panjang yang merespon posisi bangunan yang berada disudut sehingga
memiliki fasade pada Jalan Letjend Suprapto dan pada sudut.
Pengulangan Bentuk. Pengulangan bentuk yang terjadi dapat dilihat pada bukaan
dinding, pintu maupun jendela.
Source
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar