Laman

Rabu, 03 Juli 2019

PENULISAN 15 - KONSERVASI KAWASAN KOTA LAMA SEMARANG (GEDUNG MARBA SEMARANG)


Gedung Marba Semarang



  

 
·               Nama Bangunan Baru             Gedung Marba
·               Nama Bangunan Lama           : Parade Plein
·               Alamat                                       : Jl. Letjend. Suprapto no.33 Semarang

Beberapa pendapat menyatakan bahwa gedung ini dibangun pada dasawarsa yang sama dengan pemugaran gereja Imanuel yang dilakukan oleh “HPA de Wilde dan W. Westmas” maka angka tahunnya adalah sekitar tahun 1894. Gedung ini dibangun atas permintaan seorang pengusaha kaya yang berasal dari Yaman bernama Martha Bajunet yang kemudian memberi nama gedungnya ini dengan namanya dipasang pada bagian atas dari bidang façade main entrance dengan tulisan “MARBA” singkatan dari “Martha Bajunet”.

Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu , DE ZEIKEL. Gedung Marba lokasinya berada di sudut pertigaan Jln. Letjend. Suprapto, dulu bernama “Heeretistraat” tepat disebelah selatan dari Taman Srigunting yang dulu bernama “Parade Plein”.

Batas-batas lingkungan :
·               Utara      : Jalan Letjen Suprapto dan Taman Kota lama (taman Srigunting)
·               Selatan   : Gedung Kosong
·               Barat      : Rumah Makan Sate kambing 99
·               Timur     : Jalan Raya & Pertoko

Gaya arsitektur transisi memang berlangsung sangat singkat (1890-1915), sehingga sering luput dari perhatian kita. Sebab-sebabnya, yakni seperti masa transisi dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda dipenuhi oleh banyak perubahan dalam masyarakatnya. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi dan perubahan sosial akibat dari kebijakan pemerintah kolonial waktu itu mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya dalam bidang arsitektur. Perubahan itu tidak segera terjadi, tapi melewati satu tahapan yang kemudian disebut sebagai masa arsitektut transisi. (Hartono dan Hadinoto).

Gedung Marba dibangun pada 1894 yang mana terletak pada masa awal arsitektur transisi, yakni transisi dari periode Indische Empire ke arsitektur kolonial modern yang sudah sangat adaptif terhadap kondisi ke-lokal-an Indonesia. Dikarenakan gedung Marba ini terletak pada masa itu dan lebih tepatnya pada masa awal periode transisi, maka sentuhan Indische Empire masih terlihat jelas. Namun juga ada bagian dari langgam tersebut yang memang sudah ditinggalkan.

Pola penataan kolom/trave/ruang dengan irama 1:2:3 masih mengikuti tatanan yang dibawa oleh aliran pra-modern seperti Renaisscane (yang terjadi di Eropa saat itu). Proporsi juga masih dipertahakan ketika menentukan bukaan-bukaan seperti jendela dan pintu berdasarkan pada proporsi/perbandingan matematis sepeti golden section, bukan menggunakan proporsi manusia.

1.          Tata Ruang Gedung Marba Denah
Denah masih mengikuti gaya Indische Empire dengan tatanan yang berirama seragam. Pada denah gedung Marba terdapat perbandingan trave 2:3

(Denah Lt1 Gedung Marba)

2.          Tampak
Ada usaha untuk menghilangkan kolom gaya Yunani pada tampaknya. Gevel-gevel pada arsitektur Belanda yang terletak di tepi sungai muncul kembali. Ada usaha untuk memberikan kesan romantis pada tampak. Juga ada usaha untuk membuat menara (tower) pada pintu masuk utama, seperti yang terdapat pada banyak gereja calvinist di Belanda.

(Fasade Gedung Marba)

3.          Pemakaian bahan bangunan
Pemakaian bahan bangunan utama masih seperti sebelumnya, yaitu bata dan kayu. Disamping itu penggunaan material besi tuang sebagai tiang kolom juga terdapat di gedung ini. Pemakaian kaca (terutama pada jendela) juga masih sangat terbatas.

(Material dinding & Kayu Gedung Marba)

(Isometri Lt1 Gedung Marba)

4.          Sistem konstruksi yang dipakai
Sistem konstruksi menggunakan kombinasi struktur dinding pemikul dan struktur post-and-beam. Pertimbangan struktur sangat memperhatikan karakter masing-masing material, struktur dinding pemikul sepanjang perimeter bangunan, sedang sturktur kolom balok dari besi tuang untuk menyelesaikan persoalan bentang panjang.

(Tangga Lt2 Gedung Marba)

5.          Atap
Bentuk atap pelana dan perisai dengan menutup genteng masih banyak dipakai. Ada usaha untuk memakai konstruksi tambahan sebagai ventilasi pada atap.

6.          Sistem Visual

(Visual Gedung Marba)

Hirarki. Hirarki yang muncul pada fasade bangunan ini adalah wujud yang simetris dan berbeda dari unsur-unsur yang terdapat pada bangunan lainnya.
Sumbu. Secara visual dapat dilihat bahwa sumbu pada bangunan terletak tepat di tengah-tengah bangunan dan membagi bangunan menjadi dua bagian kanan dan kiri.
Simetri. Sangat jelas terlihat secara visual bangunan ini sangat simetri. Hal ini terlihat dari bentuk bukaan jendela, lubang angin, pintu masuk yang terletak di kanan dan kiri, juga terdapat dua buah jendela pada atap di kanan dan kiri bangunan.

(Jendela pada fasade Gedung Marba)

Irama. Iraman yang muncul pada fasade bangunan ini terlihat jelas pada bukaan dinding, dimana adanya lengkungan-lengkungan sebagai ventilasi udara.
Transformasi. Transformasi terjadi pada denah bangunan ini, bentuk persegi panjang yang merespon posisi bangunan yang berada disudut sehingga memiliki fasade pada Jalan Letjend Suprapto dan pada sudut.
Pengulangan Bentuk. Pengulangan bentuk yang terjadi dapat dilihat pada bukaan dinding, pintu maupun jendela.




Source :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar