Konservasi Kawasan Kota Lama
Semarang
1.
Sejarah
Kota Lama
Kota Lama Semarang terletak di Kelurahan Bandarharjo,
kecamatan Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang adalah sebelah Utara Jalan
Merak dengan stasiun Tawang-nya, sebelah Timur berupa Jalan Cendrawasih,
sebelah Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah Barat berupa Jalan Mpu
Tantular dan sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama Semarang sekitar 0,3125
km2.
Seperti kota-kota lainnya yang berada di bawah pemerintahan
kolonial Belanda, dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini
berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama Semarang
saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima
menara pengawas. Kemudian permukiman Belanda mulai bertumbuh di sisi Timur
benteng “Vijfhoek”. Banyak rumah, gereja dan bangunan perkantoran dibangun di
pemukiman ini. Pemukiman ini adalah cikal bakal dari kota lama Semarang.
Pemukiman ini terkenal dengan nama “de Europeeshe Buurt”. Bentuk tata kota dan
arsitektur pemukiman ini dibentuk mirip dengan tata kota dan arsitektur di
Belanda. Kali Semarang dibentuk menyerupai Kanal-kanal di Belanda. Pada masa
itu benteng Viffjhoek belum menyatu dengan pemukiman Belanda.
Kota lama Semarang direncanakan sebagai pusat dari
pemerintahan kolonial Belanda dengan banyak bangunan kolonialnya. Ini terjadi
setelah penandatanganan perjanjian antara Mataram dan VOC pada tanggal 15
Januari 1678. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan, bahwa Semarang sebagai
Pelabuhan utama kerajaan Mataram telah diserahkan kepada pihak VOC, karena VOC
membantu Mataram menumpas pemberontakan Trunojoyo. Mulai tahun 1705, Semarang
menjadi milik secara penuh VOC. Sejak saat itu mulai muncul banyak
pemberontakan dan suasana menjadi tidak aman lagi. Belanda membangun benteng
untuk melindungi pemukimannya. Benteng yang terletak di sisi barat kota lama
ini di bongkar dan dibangun benteng baru yang melindungi seluruh kota lama
Semarang.
Kehidupan di dalam Benteng berkembang dengan baik. Mulai
banyak bermunculan bangunan-bangunan baru. Pemerintah Kolonial Belanda
membangun gereja Kristen baru yang bernama gereja “Emmanuel” yang sekarang
terkenal dengan nama “Gereja Blenduk”. Pada sebelah utara Benteng dibangun
Pusat komando militer untuk menjamin pertahanan dan keamanan di dalam benteng.
Pada tahun 1824 gerbang dan menara pengawas benteng ini
mulai dirobohkan. Orang Belanda dan orang Eropa lainnya mulai menempati
pemukiman di sekitar Jalan Bojong (sekarang jalan Pemuda). Pada era ini kota
lama Semarang telah tumbuh menjadi kota kecil yang lengkap. Pada saat
pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811), dibangun jalan post
(Postweg) antara Anyer dan Panarukan. Jalan “de Heerenstraat” (sekarang jalan
Let. Jend.Suprapto) menjadi bagian dari jalan post tersebut (van Lier, H.P.J.
1928).
Seperempat
abad setelah berakhirnya VOC, pemukiman Belanda mulai berkembang ke Jalan
Bojong, ke arah Barat (jalan Daendels) dan di sepanjang jalan Mataram.
Menjelang abad 20, Kota Lama semakin berkembang pesat dan banyak dibangun
kantor perdagangan, bank, kantor asuransi, notaris, hotel, dan pertokoan. Di
sisi Timur gereja Belenduk, dibangun lapangan terbuka yang digunakan untuk
parade militer atau pertunjukan musik di sore hari (van Velsen M.M.F. 1931).
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk sesuai dengan konsep
perancangan kota-kota di Eropa, baik secara struktur kawasan maupun citra
estetis arsitekturalnya. Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan
pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota
tersebut sama seperti perancangan kota- kota di Eropa. Sementara pada karakter
arsitektur bangunan, kekhasan arsitektur bangunan di kawasan ini ditunjukkan
melalui penampilan detail bangunan, ornamen-ornamen, serta unsur-unsur
dekoratif pada elemen-elemen arsitekturalnya. Dengan keberadaan Kota Lama
Semarang, citra arsitektur Eropa telah hadir dan menambah nuansa keberagaman
arsitektur di Jawa Tengah dan daerah-daerah sekitarnya, dan pada gilirannya
memperkaya khazanah arsitektur di negeri ini.
2.
Kota
Lama Sebagai Obyek Konservasi
Kota Lama menyimpan banyak sejarah Indonesia ketika dijajah
oleh Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kuno yang mempunyai
nilai arsitektur tinggi ini sudah menjadi cagar budaya Indonesia yang patut di
konservasi. Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1992 dikemukakan yang
dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu :
(1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur
sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa
gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Kawasan Kota Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang
masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang yang
patut dikonservasi. Beberapa di antaranya yaitu :
a. MERCUSUAR
Bangunan ini dibangun pada tahun 1884. Pembangunan mercusuar
ini berkaitan dengan pembangunan kota Semarang sebagai kota Pelabuhan oleh
Pemerintah kolonial untuk pengangkutan ekspor gula ke dunia.
b. STASIUN
K.A. TAWANG
Stasiun Tambak Sari di Jalan Pengapon, dibangun oleh
(NEDERLANDSCHE INDISCHE SPOORWEGMAATSCHARIJ), Diresmikan oleh Gubenur
Jenderal MR. BARON SLOET VAN DE BEELE. Stasiun ini menggantikan stasiun
sebelumnya yang dibangun pada 16 Juni 1864 – 10 Februari 1870 yang melayani
jalur Semarang – Jogja – Solo. Karena stasiun itu tidak memenuhi syarat lagi,
akibat bertambahnya volume pengangkutan maka dibangunlah Stasiun Tawang.
Arsitek gedung ini adalah JP DE BORDES. Bangunan ini selesai dibangun pada
bulan Mei 1914.
Bangunan ini mempunyai langgam arsitektur yang Indische yang
sesuai dengan kondisi daerah tropis. bangunan ini mempunyai sumbu visual dengan
Gereja Blenduk sehingga menambah nilai kawasan. Bangunan ini termasuk
“tetenger” Kota Semarang.
c. PT.
MASSCOM GRAPHY
Bangunan ini terletak di Jl. Merak 11 – 15. Gedung ini
semula dimiliki oleh HET NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa Belanda. Gedung
ini mempunyai nilai yang tinggi merupakan cikal bakal dunia pers di Semarang.
Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang merupakan
perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
d. GEREJA
BLENDUK
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan “tetenger”
(Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend. Suprapto No.32.
Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk
gerejaNEDERLANDSCHE INDISCHE KERK. Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun
1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan
sekarang. Arsitek pembangunan ini adalah HPA DE
WILDE dan WWESTMAS. Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap
perkembangan agama kristen di Semarang.
e. SUSTERAN
ORDO FRANSISKAN
Bangunan ini terletak di Jl. Ronggowarsito No. 8. Semula
pada tahun 1808 Pastur LAMBERTS PRINSENmemprakarsai pendirian rumah yatim
piatu Katholik untuk putra diberi nama WEESHUIS. Pada tahun 1870 datang
sekelompok suster dari Ordo FRANSISKAN ke Semarang, kemudian seorang
arsitek bangsa Belanda M. NIESTMAN merancang bangunan di lokasi
tersebut untuk susteran. Pembangunan dimulai pada tanggal 16 Februari
1906. Komplek ini memanjang dari Jl.R. Patah sampai Jl. Stasiun Tawang.
Sebelum kemerdekaan bangunan ini pernah digunakan untuk markas tentara GURKHA.
f. KANTOR
TELEKOMUNIKASI
Bangunan ini terletak di Jl. Let Jend Suprpto No. 7.
Bangunan ini didirikan sekitar tahun 1907 bersamaan dengan Kantor Pos Semarang.
Bangunan ini sampai sekarang masih digunakan untuk kantor Telkom. Bangunan ini
dirancang sesuai untuk daerah tropis, berada tepat di mulut jalan Branjangan,
waktu itu dinamai jalan STADTHUIS STRAAT.
g. GEDUNG
JIWASRAYA
Bangunan yang terletak di Jl. Let. Jend. Suprapto 23 – 25
ini dibangun pada tahun 1920. Arsitek gedung ini adalah HERMAN THOMAS
KARSTEN. Seperti pada bangunan-bangunan rancangannya, gedung ini dirancang
sesuai dengan iklim tropis. Bangunan ini terdiri dari 3 lantai, sampai saat ini
digunakan untuk bangunan perkantoran.
h. GEDUNG
MARBA
Dibangun pada pertengahan abad XIX, terletak di Jl. Let.Jend.
Suprapto No.33 yang waktu itu bernamaDEHEEREN STRAAT, merupakan
bangunan 2 lantai dengan tebal dinding kurang lebih 20 cm. Pembangunan gedung
ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang warga negara Yaman, merupakan
seorang saudagar kaya pada jaman itu.
Untuk mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan
namanya MARBA. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran,
Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL).
Selain
kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada
waktu itu, DE ZEIKEL. Setelah pensium, perusahaan pelayarannya dipegang oleh
anaknya MARZUKI BAWAZIR. Saat ini bangunan ini tidak ada aktivitasnya dan
digunakan untuk gudang.
i. GEDUNG
PT. SUN ALLIANCE
Bangunan ini berdiri sekitar tahun 1866. Hal ini dibuktikan
dibagian kerucut muka gedung bagian atas ada tertulis “SAMARANG 1866”. Gedung
ini bagian dari bangunan Borumij Wehry. Gedung ini merupkan gedung tertua yang
masih berfungsi dan terawat dengan baik, dan dipakai untuk perusahaan asuransi.
Konstruksi bangunan ini sudah mengadaptasi bangun yang berciri untuk udara
tropis.
j. KANTOR
PT. RAJAWALI NUSINDO
Bangunan ini terletak di kawasan Jl. Mpu Tantular 11-15
Semarang dibangun pada awal XIX. Semula bangunan ini digunakan untuk kolonial.
Kemudian beralih, digunakan untuk kantor dagang OEI TIONG HAM CONCERN. Ia
seorang keturunan cina, orang terkaya di Semarang pada waktu itu. Pada waktu
kemerdekaan gedung ini diambil alih oleh pemerintah RI dan digunakan sebagai
Kantor Panitia Utang Piutang Negara(PUPN). Setelah itu dialihkan fungsikan
untuk PT. RAJAWALI NUSINDO.
Bangunan kuno diatas hanya sebagian kecil dari
bangunan-bangunan kuno yang terdapat di kawasan Kota Lama yang patut dijaga,
dipelihara, dan dilestarikan. Bangunan kuno tersebut merupakan aset budaya
Indonesia yang tidak ternilai harganya, baik dari segi arsitekturnya maupun
historisnya. Oleh karena itu Pemerintah Kota Semarang harus lebih aktif
menjadikan kawasan Kota Lama sebagai wilayah konservasi di Semarang.
3. Upaya Pemerintah Kota Semarang dalam
Konservasi Kawasan Kota Lama
Pemerintah Kota Semarang tidak berdiam diri melihat
keberadaan Kawasan Kota Lama yang semakin lama semakin memperihatinkan.
Pemerintah Kota Semarang telah mengeluarkan Perda Nomor 8 Tahun 2003 tentang
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama. Namun, walaupun
sudah terdapat Perda yang mengaturnya, kondisi kawasan Kota Lama lama masih
memprihatinkan. Hal ini karena aplikasi dari Perda tersebut masih sangat minim.
Menurut Widya
Wijayanti “ada 3 cacat lahir yang dibawa oleh Perda tersebut, yaitu :
1. Perda
disusun berdasarkan rencana-rencana yang berasal dari sewindu sebelumnya. Perda
tersebut kurang menangkap dengan jeli perubahan-perubahan yang sedang terjadi
di dunia, terutama di tanah air, dan bagaimana perubahan tersebut berpengaruh
pada kondisi regional dan Kota Semarang.
2. Label
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan semestinya tidak perlu membelenggu dan
menyebabkan isinya berputar-putar di sekitar penataan fisik bangunan semata,
yang pada hal-hal kurang pokok terkadang terjerumus terlalu dalam.
3. Hak-hak
pemilik/penghuni yang harus mematuhi aturan yang disusun pemerintah tidak
memperoleh ruang dalam perda tersebut.
Melihat kekurang itu seharusnya Pemerintah Kota Semarang
harus segera merevisi ulang perda tersebut. Pemerintah Kota Semarang harus lebih
aktif dan jelih melihat perkembangan Kota Lama Semarang. Pemerintah Kota
Semarang harus melakukan konservasi yang terintegrasi pada Kota Lama, dan ada
tujuh konsep dalam melakukan konservasi yang terintegrasi yaitu:
1.
merupakan
sebuah proses bukan sebuah projek;
2.
konservasi
membutuhkan keseimbangan dalam pengembangan dan kebutuhan penghuni;
3. merupakan
gabungan jangka-panjang yang berkelanjutan: sosial (penghuni); ekonomi (skala
kecil perusahaan setempat); budaya (konservasi); dan ekologi (sumber daya
alam–kesadaran)
4.
lingkungan
hidup harus ditingkatkan melalui pro-aktif dan program yang mendukung;
5.
perbaikan
keadaan ekonomi penghuni merupakan bagian dari pendekatan;
6.
dibutuhkan
partisipasi yang luas dari stakeholders termasuk komunitas setempat;
7.
pengembangan
projek skala besar harus dihindari.
Pemerintah kota Semarang harus menerapkan konsep-konsep ini
dalam upayanya melestarikan Kota Lama. Konsep ini harus dijalankan secara
aktif, berkala, dan berkelanjutan dan juga dibutuhkan peran serta dari
masyarakat Semarang jika masih ingin melihat keberadaan Kota Lama.
Source
:
·
http://abadisantosoganteng.blogspot.com/2011/04/kriteria-penilaian-bangunan-konservasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar