Laman

Kamis, 05 November 2015

TUGAS ILMU SOSIAL DASAR #3



Pelapisan Sosial atau Stratifikasi Sosial



I.              PENGERTIAN STRATIFIKASI SOSIAL

Pelapisan sosial / stratifikasi sosial / yang biasa dikenal dengan “kasta” adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Maksudnya sebagai sistem perbedaan status yang berlaku dalam masyarakat.

Dasar pembentukan pelapisan sosial ini biasanya berdasarkan ukuran kekayaan, kekuasaan dan wewenang, kehormatan, atau ilmu pengetahuan. 




II.           SIFAT STRATIFIKASI SOSIAL

1.      Stratifikasi Tertutup (Closed Social Stratification)

Stratifikasi ini membatasi kemungkinan seseorang untuk melakukan mobilitas atau pindah lapisan baik itu lapisan atau maupun lapisan bawah. Dalam pelapisan ini salah satu jalan untuk memasukinya hanya melalui kelahiran.
Contoh : stratifikasi pada masyarakat berkasta


Bagan Stratifikasi Tertutup

2.      Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)

Pada sistem ini setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk melakukan mobilitas atau pindah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.
Contoh : pelapisan sosial pada masyarakat maju atau negara industri


Bagan Stratifikasi Terbuka

3.      Stratifikasi Sosial Campuran

Dewasa ini tidak hanya pelapisan sosial terbuka atau tertutup saja yang sering ditemui, bahkan pelapisan sosial campuran yang lebih sering mendominasi. Dalam pelapisan sosial tertutup, mereka menggunakannya dari sisi budaya, seperti adanya empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dan menggunakan pelapisan sosial terbuka dari sisi ekonomi. Disinilah masing-masing anggota masyarakat bisa melakukan mobilitas berdasarkan kecakapannya dalam tanpa memandang latar belakang kasta.

Bagan Stratifikasi Campuran




III.        STRATIFIKASI SOSIAL PADA SUKU BALI

Bali merupakan suku yang sudah sejak lama menganut sistem kasta bagi masyarakatnya, kasta ini pun memiliki sistem KASTA TERTUTUP.

Pada mulanya kerajaan Bali yang diperintahkan oleh Raja Bali 1, belum mengenal sistem kasta, melainkan sistem warna atau Catur Warna seperti ajaran Dharma, kitab Weda. Lalu setelah kedatangan pendeta suci Danghyang Nirarta sekitar abad 15, bersamaan kedatangan Portugis di India, barulah istilah “kasta” diperkenalkan.

Istilah warna dalam ajaran hindu memang sudah ada sejak dulu, yakni pembagian masyarakat menurut Swadharma (profesi). Sejak diperkenalkannya istilah kasta, kedudukan warna yang lebih tinggi justru melestarikan ajaran kasta secara turun temurun, sehingga istilah kastalah yang mendominasi sampai sekarang. Sistem kasta yang dianut oleh suku Bali hingga kini adalah :

1.      Kasta Brahmana

Memiliiki kedudukan tertinggi di suku Bali. Anak yang lahir dari keturunan ini biasanya menjadi pendeta untuk upacara-upacara adat Bali. Penggunaan nama depan seperti “Ida Bagus” untuk laki-laki dan “Ida Ayu” untuk perempuan, sebagai penanda bahwa mereka berasal dari keturunan Kasta Brahmana.

2.      Kasta Ksatria

Memiliki kedudukan terpenting dalam pemerintahan dan politik kerajaan. Anak yang lahir biasanya berasal dari keturunan raja-raja bali terdahulu. Penggunaan nama depan seperti “Anak Agung, Dewa Agung, Tjokorda, atau Dewa”, sebagai penanda bahwa mereka lahir dari keturunan Kasta Ksatria.

3.      Kasta Wisya

Memiliki kedudukan dalam bidang ekonomi, perdagangan, atau penggerak ekonomi. Anak yang lahir biasanya berasal dari keturunan pedagang.

4.      Kasta Sudra

Kasta yang mendominasi masyarakat Bali dan memiliki kedudukan yang paling rendah. Anak yang lahir dari kasta ini biasanya berasal dari keturunan budak atau orang yang bekerja untuk orang lain. Penggunaan nama depan seperti “Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut”, menjadi menenda bahwa mereka keturunan Kasta Sudra.


A.    Kehidupan Kemasyarakatan Kasta

Pada jaman dahulu, kasta sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Kasta di Bali mulai kental saat masa penjajahan belanda, sehingga penjajah dapan dengan leluasa memisahkan raja dengan rakyatnya. Selama berabad-abad penduduk Bali telah diajari bahwa kasta yang tinggi harus lebih dihormati, sehingga bila berbicara dengan orang yang berkasta tinggi, baik lebih muda, lebih tua, atau seusia, harus menggunakan bahasa bali yang halus. Tetapi bila berbicara dengan orang berkasta rendah, tidak diwajibkan menggunakan bahasa halus.

Selain bahasa, kasta juga mempengaruhi tatanan upacara adat dan agama, seperti pernikahan dan tempat sembahyang. Pada Pura-Pura besar (seperti Pura Besakih), semua kasta bisa sembahyang dimana saja, tetapi pada Pura tertentu yang lebih kecil, ada pembagian tempat sembahyang antara satu kasta dengan kasta lain, agar tidak tercampur.


B.     Kasta Dalam Pernikahan

Pada jaman dulu, Suku Bali tidak memperbolehkan melaksakan pernikahan dengan kasta yang berbeda dengannya, seperti hukum ajaran Agama Islam. Namun seiring perkembangan jaman, masyarakat tidak terlalu terikat dengan aturan tersebut, walaupun sebagian dari mereka masih mengikutinya.

Pernikahan dengan kasta yang berbeda dibolehkan dengan syarat kasta si perempuan harus mengikuti kasta si laki-laki. Jika kasta perempuan lebih tinggi dari laki-laki, maka kasta perempuan akan turun mengikuti suaminya. Karena di Bali laki-lakilah yang menjadi ahli waris dari generasi sebelumnya.


C.     Macam Pernikahan Beda Kasta :

1.      Kasta istri lebih rendah dari kasta suami. Inilah yang menjadi dambaan dari keluarga perempuan yang menginginkan anaknya menikah dengan pria yang kastanya lebih tinggi darinya, karena secara otomatis kastanya akan naik menjadi sama dengan kasta suami. Namun si istri harus siap mendapatkan perlakuan yang tidak sejajar dari keluarga suami, seperti melayani para ipar dan keluarga suami. Saat upacara pernikahan, biasanya batenan untuk mempelai wanita diletakan terpisah atau berada di bawah.

2.      Kasta istri lebih tinggi dari kasta suami. Biasanya pernikahan seperti ini lebih sering dihindari, karena keluarga perempuan tidak akan mengijinkan anaknya menikah dengan laki-laki yang kastanya lebih rendah darinya, karena otomatis kasta perempuan akan turun mengikuti kasta laki-laki, atau biasa yang disebut “Nyerod”. Maka dari itu biasanya pernikahn seperti ini terjadi secara sembunyi-sembunyi seperti kawin lari, atau keluarga perempuan lebih memilih menikahkan anaknya dengan laki-laki bukan dari keturunan Bali sebagai menantu, dari pada harus menikah dengan laki-laki berkasta lebih rendah dan mengalami penurunan kasta.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar