Pelapisan Sosial atau Stratifikasi Sosial
Pelapisan sosial / stratifikasi sosial / yang
biasa dikenal dengan “kasta” adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Maksudnya sebagai
sistem perbedaan status yang berlaku dalam masyarakat.
Dasar pembentukan pelapisan sosial ini
biasanya berdasarkan ukuran kekayaan, kekuasaan dan wewenang, kehormatan, atau
ilmu pengetahuan.
II.
SIFAT
STRATIFIKASI SOSIAL
1.
Stratifikasi
Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini membatasi kemungkinan
seseorang untuk melakukan mobilitas atau pindah lapisan baik itu lapisan atau
maupun lapisan bawah. Dalam pelapisan ini salah satu jalan untuk memasukinya
hanya melalui kelahiran.
Contoh : stratifikasi pada masyarakat
berkasta
Bagan Stratifikasi Tertutup
2.
Stratifikasi
Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Pada sistem ini setiap anggota masyarakat
mempunyai kesempatan untuk melakukan mobilitas atau pindah dari satu lapisan ke
lapisan yang lain.
Contoh : pelapisan sosial pada masyarakat
maju atau negara industri
Bagan Stratifikasi Terbuka
3.
Stratifikasi
Sosial Campuran
Dewasa ini tidak hanya pelapisan sosial
terbuka atau tertutup saja yang sering ditemui, bahkan pelapisan sosial campuran
yang lebih sering mendominasi. Dalam pelapisan sosial tertutup, mereka
menggunakannya dari sisi budaya, seperti adanya empat kasta, yaitu Brahmana,
Ksatria, Waisya, dan Sudra. Dan menggunakan pelapisan sosial terbuka dari sisi
ekonomi. Disinilah masing-masing anggota masyarakat bisa melakukan mobilitas
berdasarkan kecakapannya dalam tanpa memandang latar belakang kasta.
Bagan Stratifikasi Campuran
Source : Buku Kantong Sosiologi (halaman 37)
III.
STRATIFIKASI
SOSIAL PADA SUKU BALI
Bali merupakan suku yang sudah sejak lama
menganut sistem kasta bagi masyarakatnya, kasta ini pun memiliki sistem KASTA
TERTUTUP.
Pada mulanya kerajaan Bali yang diperintahkan
oleh Raja Bali 1, belum mengenal sistem kasta, melainkan sistem warna atau
Catur Warna seperti ajaran Dharma, kitab Weda. Lalu setelah kedatangan pendeta
suci Danghyang Nirarta sekitar abad 15, bersamaan kedatangan Portugis di India,
barulah istilah “kasta” diperkenalkan.
Istilah warna dalam ajaran hindu memang sudah
ada sejak dulu, yakni pembagian masyarakat menurut Swadharma (profesi). Sejak
diperkenalkannya istilah kasta, kedudukan warna yang lebih tinggi justru melestarikan
ajaran kasta secara turun temurun, sehingga istilah kastalah yang mendominasi
sampai sekarang. Sistem kasta yang dianut oleh suku Bali hingga kini adalah :
1.
Kasta
Brahmana
Memiliiki kedudukan tertinggi di suku Bali.
Anak yang lahir dari keturunan ini biasanya menjadi pendeta untuk
upacara-upacara adat Bali. Penggunaan nama depan seperti “Ida Bagus” untuk
laki-laki dan “Ida Ayu” untuk perempuan, sebagai penanda bahwa mereka berasal
dari keturunan Kasta Brahmana.
2.
Kasta
Ksatria
Memiliki kedudukan terpenting dalam
pemerintahan dan politik kerajaan. Anak yang lahir biasanya berasal dari
keturunan raja-raja bali terdahulu. Penggunaan nama depan seperti “Anak Agung,
Dewa Agung, Tjokorda, atau Dewa”, sebagai penanda bahwa mereka lahir dari
keturunan Kasta Ksatria.
3.
Kasta Wisya
Memiliki kedudukan dalam bidang ekonomi,
perdagangan, atau penggerak ekonomi. Anak yang lahir biasanya berasal dari
keturunan pedagang.
4.
Kasta
Sudra
Kasta yang mendominasi masyarakat Bali dan
memiliki kedudukan yang paling rendah. Anak yang lahir dari kasta ini biasanya
berasal dari keturunan budak atau orang yang bekerja untuk orang lain.
Penggunaan nama depan seperti “Wayan, Made, Nyoman, dan Ketut”, menjadi menenda
bahwa mereka keturunan Kasta Sudra.
A.
Kehidupan
Kemasyarakatan Kasta
Pada jaman dahulu, kasta sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Kasta di Bali mulai kental saat masa
penjajahan belanda, sehingga penjajah dapan dengan leluasa memisahkan raja
dengan rakyatnya. Selama berabad-abad penduduk Bali telah diajari bahwa kasta
yang tinggi harus lebih dihormati, sehingga bila berbicara dengan orang yang
berkasta tinggi, baik lebih muda, lebih tua, atau seusia, harus menggunakan
bahasa bali yang halus. Tetapi bila berbicara dengan orang berkasta rendah,
tidak diwajibkan menggunakan bahasa halus.
Selain bahasa, kasta juga mempengaruhi
tatanan upacara adat dan agama, seperti pernikahan dan tempat sembahyang. Pada Pura-Pura
besar (seperti Pura Besakih), semua kasta bisa sembahyang dimana saja, tetapi
pada Pura tertentu yang lebih kecil, ada pembagian tempat sembahyang antara
satu kasta dengan kasta lain, agar tidak tercampur.
B.
Kasta
Dalam Pernikahan
Pada jaman dulu, Suku Bali tidak
memperbolehkan melaksakan pernikahan dengan kasta yang berbeda dengannya,
seperti hukum ajaran Agama Islam. Namun seiring perkembangan jaman, masyarakat
tidak terlalu terikat dengan aturan tersebut, walaupun sebagian dari mereka
masih mengikutinya.
Pernikahan dengan kasta yang berbeda
dibolehkan dengan syarat kasta si perempuan harus mengikuti kasta si laki-laki.
Jika kasta perempuan lebih tinggi dari laki-laki, maka kasta perempuan akan
turun mengikuti suaminya. Karena di Bali laki-lakilah yang menjadi ahli waris
dari generasi sebelumnya.
C.
Macam Pernikahan
Beda Kasta :
1.
Kasta istri lebih rendah dari kasta suami. Inilah yang menjadi dambaan dari keluarga
perempuan yang menginginkan anaknya menikah dengan pria yang kastanya lebih
tinggi darinya, karena secara otomatis kastanya akan naik menjadi sama dengan
kasta suami. Namun si istri harus siap mendapatkan perlakuan yang tidak sejajar
dari keluarga suami, seperti melayani para ipar dan keluarga suami. Saat upacara
pernikahan, biasanya batenan untuk mempelai wanita diletakan terpisah atau
berada di bawah.
2.
Kasta istri lebih tinggi dari kasta suami. Biasanya pernikahan seperti ini lebih
sering dihindari, karena keluarga perempuan tidak akan mengijinkan anaknya
menikah dengan laki-laki yang kastanya lebih rendah darinya, karena otomatis
kasta perempuan akan turun mengikuti kasta laki-laki, atau biasa yang disebut “Nyerod”.
Maka dari itu biasanya pernikahn seperti ini terjadi secara sembunyi-sembunyi
seperti kawin lari, atau keluarga perempuan lebih memilih menikahkan anaknya
dengan laki-laki bukan dari keturunan Bali sebagai menantu, dari pada harus
menikah dengan laki-laki berkasta lebih rendah dan mengalami penurunan kasta.
Source : Budaya Bali - Sistem Kasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar