Laman

Sabtu, 29 Juni 2019

PENULISAN 9 - KONSERVASI BANGUNAN STASIUN KOTA, JAKARTA


Stasiun Jakarta Kota (Beos)


·               Nama Bangunan Baru              : Stasiun Jakarta Kota
·               Nama Bangunan Lama            Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur
·               Alamat                                       Jl. Jakan Lada, Pinangsia, Tamansari, Kota Jakarta Barat, 11110

 Stasiun Kereta Api Jakarta Kota (Beos) adalah stasiun kereta api berusia tua yang berada dalam kawasan di Kota Tua Jakarta. Stasiun tua yang bersejarah ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 475 tahun 1993.
Mungkin hanya sedikit warga Jakarta yang tahu apa arti Beos, dan menurut artikel dalam wikipedia ada beberapa versi dalam mengartikan nama Beos, yakni sebagai berikut :
·           Beos kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh.


·         Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya, dimana berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.



·         Batavia Zuid yang berarti Stasiun Batavia Selatan. Nama ini muncul karena pada akhir abad ke-19, Batavia sudah memiliki lebih dari dua stasiun kereta api. Satunya adalah Batavia Noord (Batavia Utara) yang terletak di sebelah selatan Museum Sejarah Jakarta sekarang. Batavia Noord pada awalnya merupakan milik perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg, dan merupakan terminus untuk jalur Batavia-Buitenzorg. Pada tahun 1913 jalur Batavia-Buitenzorg ini dijual kepada pemerintah Hindia Belanda dan dikelola oleh Staatsspoorwegen. Pada waktu itu kawasan Jatinegara dan Tanjung Priok belum termasuk gemeente Batavia. Stasiun Kota (1929).

Batavia Zuid, awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk renovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun, kereta api-kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 m dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. Pembangunannya selesai pada 19 Agustus 1929 dan secara resmi digunakan pada 8 Oktober 1929. Acara peresmiannya dilakukan secara besar-besaran dengan penanaman kepala kerbau oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa pada Hindia Belanda pada 1926-1931. Di balik kemegahan stasiun ini, tersebutlah nama seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels, lelaki yang menamatkan pendidikan arsitekturnya di Delft dan mendirikan biro arsitektur Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA). Stasiun Beos merupakan karya besar Ghijsels, yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana meski bercita rasa tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan.


 
Kriteria pemilihan bangunan konservasi berdasarkan kriteria Benda Cagar Budaya UU No. 11 Tahun 2012, yakni :
1.            Berusia 50 tahun / lebih
2.            Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun
3.            Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahun, pendidikan, agama dan atau kebudayaan
4.            Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Stasiun tua yang bersejarah ini sudah ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 475 tahun 1993. dan sudah berumur 142 tahun.



Source :
 http://joearsitektur08part2.blogspot.com/2012/07/konservasi-arsitektur.html


PENULISAN 8 - KONSERVASI BANGUNAN MUSEUM BAHARI DI INDONESIA (BAGIAN 2)


Museum Bahari, DKI Jakarta


·               Nama Bangunan Baru             : Museum Bahari, DKI Jakarta
·               Nama Bangunan Lama            : Gudang Penyimpanan Rempah
·               Alamat                                       Jl. Ps. Ikan No.1, RT.11, Penjaringan, Kec. Penjaringan, Kota Jkt Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14440

Museum Bahari adalah museum yang menyimpan koleksi yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke yang berlokasi di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, tepatnya di jalan Pasar Ikan, Jakarta Utara, menghadap ke Teluk Jakarta. Museum ini adalah salah satu dari delapan museum yang berada di bawah pengawasan dari Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Sejarah Museum Bahari
Masa penjajahan yang ada di Indonesia menyisakan berbagai macam peninggalan, terutama dalam wujud arsitektur bangunan. Salah satu fungsi bangunan yang cukup penting pada masa tersebut adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. Para penjaajah datang ke Indonesia salah satunya adalah untuk mengambil hasil rempah-rempah yang dihasilkan dari Indonesia (sebagai negara yang menghasilkan rempah-rempah terbesar). Sebelum akhirnya rempah-rempah tersebut diimport atau diekspor ke mancanegara, rempah-rempah di simpan di dalam suatu tempat/gudang penyimpanan. Gudang penyimpanan terletak pada daerah yang dekat dengan pelabuhan hal ini untuk memudahkan akses penyimpanan. Museum Bahari adalah bangunan yang dialihfungsikan dari gudang penyimpanan rempah-rempah peninggalan zaman penjajah dan dijadikan bangunan museum yang berisi dengan barang-barang bersifat kelautan.


Pada masa pendudukan Belanda, gedung Museum Bahari semula adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil yang merupakan komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. VOC membangun gedung ini secara bertahap sejak 1652 hingga 1759.

Gedung Museum Bahari ini sudah mengalami beberapa perubahan. Tahun perubahan itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945) gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram). Pada 1976 kompleks gedung ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.


Luas tanah bangunan ini sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini sudah tiga kali di renovasi, yaitu tahun 1976, 1980, dan 2009. Meski telah direnovasi, tapi tidak menghilangkan ciri khas dari museumnya.

  

Museum Bahari ini memiliki keunikan yaitu keberadaan koleksi kapal yang sudah tak diproduksi lagi. Di perut Museum Bahari tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur. Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek moyangku seorang pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di dalam mengarungi samudra luas dan ganas. Selain itu, dari segi arsitekturnya bangunan ini memiliki ciri khas bangunan yang terbuat dari kayu.


Source :

PENULISAN 7 - KONSERVASI GEREJA KOINONIA, JAKARTA TIMUR


Gereja Koinonia, Jakarta Timur




·               Nama Bangunan Baru             : Gereja Koinonia
·               Nama Bangunan Lama            : Gereja Bethel / De Betelkerk
·               Alamat                                       : Jl. Matraman Raya 126 Kel. Balimester Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur
·               Pemilik                                      : Yayasan Gereja Koinonia
·               Arsitektur                                 : Historik Belanda Modern

Kompleks gereja yang berada di ujung Jalan Matraman ini merupakan gereja pertama di kawasan timur Batavia, saat Meester Cornelis Senen membuka Pos Pelayanan berbahasa Melayu di kawasan ini tahun 1656-1661.


Gedung Gereja Bethel ini pada awalnya dibangun sekitar tahun 1889, didirikan setelah seorang mantan Ketua Mahkamah Tinggi Pemerintah Kolonial Belanda marah besar dan merasa tidak setuju dengan khotbah seorang pendeta ultra liberal pada perayaan Paskah awal 1900-an di Gereja Emmanuel yang saat itu masih bernama Willems Kerk.

Kemudian direnovasi pada tahun 1911-1916 dan diberi nama Bethelkerk. Dipakai oleh De Protestantse Kerk in Westelijk Indonesie, kemudian menjadi GPIB Bethel Jemaat Djatinegara dan pada 1 Januari 1961 menjadi GPIB Jemaat “Koinonia” Jakarta.  Koinonia berarti “Persekutuan” (dari bahasa Yunani).

Arsitekturnya bergaya vernacular, penerapan gable Belanda dan penerapan salib Yunani pada pediment tympanium. Denah gereja dipengaruhi aturan geometrik. Bentuk segi empatnya dibagi tepat menjadi sembilan bagian, dimana empat sudut terluar berfungsi sebagai ruang tangga, sehingga bagian dalam gereja berbentuk salib simetri. Ruang-ruang tangga dari luar terlihat seperti menara.

Bangunan Gereja ini termasuk kedalam  bangunan konservasi karena memiliki nilai keagamaan dan sejarah yang cukup tinggi. Diharapkan dengan menjaga bangunan ini tetap utuh dapat menjadi bangunan cagar budaya yang merupakan salah satu bukti otentik sejarah yang berbilai keagamaan dalam bentuk bangunan dari segi arsitekturnya.

Bangunan ini termasuk ke dalam  bangunan konservasi atau cagar budaya golongan A, dimana bangunan ini:
1.            Bangunan dilarang dibongkar dan atau diubah
2.            Apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya.
3.            Pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama / sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada
4.            Dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian / perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya
5.            Di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama


Pada saat ini bangunan masih tetap utuh, dan berada di lokasi aslinya, hanya terdapat perbedaan material bangunan agar bangunan ini dapat tetap berdiri dengan kokoh, bentuk secara keseluruhan maupun detail bangunan masih tetap dipertahankan seperti aslinya.