Perkembangan
HAM di Indonesia
Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa
(PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap
manusia,yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup
misalnya,adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat
membuat seseorang tetap hidup.Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia
akan hilang.
Wacana HAM di indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Secara garis besar perkembangan pemikiran
HAM di indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode,yaitu : sebelum kemerdekaan
(1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
a. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM dalam
periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi
pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam (1911),Indische
Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia (1925),dan
Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu
tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa
kolonial ,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak
perdebatan HAM yang dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno,
Agus salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid
Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi
pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo
adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui
organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
b. Periode setelah kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM
terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-1950,
1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca
orde baru).
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada
periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka,
hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta
hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.sepanjang
periode ini,wacana HAM bisa dicirikan pada :
a. Bidang sipil politik, melalui :
·
UUD 1945 (Pembukaan, pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Penjelasan pasal 24 dan 25 )
· Maklumat Pemerintah 01 November
1945
· Maklumat Pemerintah 03 November
1945
· Maklumat Pemerintah 14 November 1945
· KRIS, khususnya Bab V,Pasal 7-33
· KUHP Pasal 99
b. Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui :
·
UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
· KRIS Pasal 36-40
2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal
dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai
masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan
dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat
dalam kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang
sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis
4. Kontrol parlemen atas eksekutif.
5. perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional
HAM, yaitu :
1. Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup
perlindungan hak bagi korban perang, tawanan perang, dan perlindungan sipil di
waktu perang.
2. Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup
hak perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,serta hak
perempuan untuk menempati jabatan publik.
3. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan
masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin
yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin (Guided
Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap
sistem Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut
Soekarno Demokrasi Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia
yang elah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden.
Presiden tidak dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di
kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan
di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model
pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga
negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan
kebijakan pemerintah yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya atas nama
pemerintahan Presiden Soekarno menjadikan Lembaga Kebudayaan Rakyat (lekra)
yang berafeliasi kepada PKI sebagai satu-satunya lembaga seni yang
diakui.Sebaliknya, lembaga selain lekra dianggap anti pemerintah atau kontra
revolusi.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya
orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di Indonesia. Berbagai
seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde baru telah
menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru
tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal
1970-an hingga 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah
Orde Baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang
di anggapnya sebagai produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak
berbeda dengan argumen yang pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika
menolak prinsip dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan
cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM yang lahir di barat dengan
budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru memandang HAM
dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia.
Di antara butir penolakan pemerintah Orde baru terhadap konsep universal HAM
adalah:
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusn UUD 1945 yang lahir lebih lebih dahulu
dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM.
c. Isu HAM sering kali digunakan olah
negara-negara barat untuk memjokkaan negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,tetapi
juga tidak semuanya benar.Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM Barat ternyatas
arat dengan pelanggaran HAM yang dilakukanya.Pelanggaran HAM Orde Baru dapat
dilihat dari kebijakan politik Orde Baru yang bersifat Sentralistik dan anti
segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah .
5. Periode pasca
Orde Baru
Tahun 1998 adalah era
paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk kekuasaan Orde
Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya
era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah
rezim otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie
yang kala itu menjabat sebagai Wakil presiden RI.
Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM
mengalami perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan
era reformasi akan penegakan HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di
antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam;konvensi
penghapusan segala bentuk [3]diskriminasi rasial;konvensi tentang penghapusan
kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta
konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga di tunjukkan dengan pengesahan
UU tentang HAM,pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di
gabung dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman
Kehakiman dan HAM,penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD
1945,pengesahan UU tentang pengadilan HAM.
Contoh Pelanggaran HAM di
Indonesia
1. Peristiwa Trisakti dan
Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi
pada 12 Mei 1998. Peristiwa ini berkaitan dengan gerakan di era reformasi
yang gencar disuarakan di tahun 1998. Gerakan tersebut dipicu oleh krisis
moneter dan tindakan KKN presiden Soeharto, sehingga para mahasiswa kemudian
melakukan demo besar-besaran di berbagai wilayah yang kemudian berujung dengan
bentrok antara mahasiswa dengan aparat kepolisian.
Tragedi ini mengakibatkan
(4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I
terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi
Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang
luka-luka).
2. Kasus Marsinah 1993
Kasus Marsinah terjadi
pada 3-4 Mei 1993. Seorang pekerja dan aktivitas wanita PT Catur Putera
Surya Porong, Jatim
Peristiwa ini berawal
dari aksi mogok yang dilakukan oleh Marsinah dan buruh PT CPS. Mereka menuntun
kepastian pada perusahaan yang telah melakukan PHK mereka tanpa alasan. Setelah
aksi demo tersebut, Marsinah malah ditemukan tewas 5 hari kemudian. Ia tewas di
kawasan hutan Wilangan, Nganjuk dalam kondisi mengenaskan dan diduga
menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.
Penyelidikan masih belum menemukan titik terang hingga sekarang.
3. Aksi Bom Bali 2002
Peristiwa ini terjadi
pada tahun 2002. Sebuah bom diledakkan di kawasan Legian Kuta, Bali oleh
sekelompok jaringan teroris.
Kepanikan sempat melanda
di penjuru Nusantara akibat peristiwa ini. Aksi bom bali ini juga banyak memicu
tindakan terorisme di kemudian hari.
Peristiwa bom bali
menjadi salah satu aksi terorisme terbesar di Indonesia. Akibat peristiwa ini,
sebanyak ratusan orang meninggal dunia, mulai dari turis asing hingga warga
lokal yang ada di sekitar lokasi.
4. Peristiwa Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok
terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah
SARA dan unsur politis.
Peristiwa ini dipicu oleh
warga sekitar yang melakukan demonstrasi pada pemerintah dan aparat yang hendak
melakukan pemindahan makam keramat Mbah Priok. Para warga yang menolak dan
marah kemudian melakukan unjuk rasa, hingga memicu bentrok antara warga dengan
anggota polisi dan TNI.
Dalam peristiwa ini
diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat ratusan korban meninggal dunia
akibat kekerasan dan penembakan.
5. Kasus Penganiayaan
Wartawan Udin (1996)
Kasus penganiayaan dan
terbunuhnya Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin)terjadi di yogyakarta 16
Agustus 1996.Sebelum kejadian ini, Udin kerap menulis artikel kritis tentang
kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer. Ia menjadi wartawan di Bernas sejak
1986. Udin adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik,
dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.